Kamis, 20 Agustus 2020

Menghabiskan Liburan selama Karantina

 Kembali lagi dengan aku yang setelah sekian lama tidak menulis blog ini. Baru inget punya blogspot.


Sejujurnya aku merasa karantina selama pandemi COVID-19 ini sangat bosan dan terkungkung dalam penjara yang disebut rumah. Aku sendiri paham mengapa aku tidak nyaman dengan "rumah". Apa menurut kalian yang disebut rumah sendiri? Aku mengartikan adalah tempat dimana kalian bertemu dengan keluarga, bercengkrama serta merasakan kasih sayang didalamnya.

Apalah aku yang merupakan seseorang pendatang dalam keluarga baru, kerap kali mendapatkan perilaku tidak menyenangkan. Semua berkat pandemi ini. Sejujurnya aku merasa capek dengan semuanya. Pandemi ini, ada beberapa orang yang mengatakan bahwa dapat merekatkan keluarga yang selama ini sibuk dengan dunianya masing-masing. Nyatanya, yang kurasakan malah aku terabaikan di keluarga sendiri. Ironis tapi nyata, mereka menganggap aku ini sebagai parasit yang harus disingkirkan. Inginku pergi, tapi harus bertahan demi kuliahku yang belum selesai ini. Aku harus bertahan dalam hubungan yang penuh racun ini.

Hubungan penuh racun itu adalah hubunganku dengan ibu tiriku. Sudah bukan rahasia umum, kalau ibu tiri memang rata-rata membenci anak yang bukan darah dagingnya sendiri. Tidak hanya itu, aku berpikir bahwa kedatanganku sejak awal ini merupakan petaka sendiri buatku. Pikirku setelah lulus SMA, aku bisa bernapas sejenak setelah terabaikan oleh ibuku sendiri, sekarang aku mengalami hal yang sama. Aku masih ingat dengan keadaan sesaat sebelum lulus SMA. Aku pusing dengan masa depanku sendiri, makanku menjadi tidak teratur, tidurpun terkadang sering bangun tengah malam, dan sering menangis sendirian di kosan. Semua kualami sendirian tanpa ada yang menemani.

Kukasih tahu hal konyol, bahkan disaat aku gladi kotor Wisuda SMA, aku bertengkar dengan ibuku via telpon. Lucu, kan? Orangtuaku tidak ada yang datang ke wisudaku. Yang datang adalah nenekku, setelah aku memaksa nenek untuk datang. Karena cuma Beliaulah yang merawatku sejak kecil, dan bersedia datang ke wisuda, meskipun setelah acara wisuda, langsung pulang, dan aku juga masih sibuk foto dengan teman-temanku.

Sejujurnya, aku cukup sedih dengan kehidupanku yang selalu dibenci banyak orang bahkan keluargaku sendiri. Orang selalu menganggap aku pengganggu, orang aneh, dan cap lainnya. Kapan aku bisa terlepas dari kungkungan tiada akhir ini? Mereka yang mengatasnamakan keluarga, nyatanya hanya orang yang menyakitiku secara mental. Berkali-kali aku menyabarkan diri, tetapi jika tidak kuat, siapa yang tahu kedepannya. Aku hanya berdoa untuk mereka yang membenciku, semoga kalian sadar bahwa aku tak seburuk yang engkau pikirkan. Nyatanya aku hanya seorang wanita yang selalu melewati segala tahap dalam kesendirian dan terlalu akrab dengan kesendirian. Mereka yang kubutuhkan disaat aku terpuruk, menghilang begitu saja dan lucunya balik menyalahkan aku. Lucu memang kehidupan ini, orang selalu menyalahkan orang lain meskipun itu kesalahannya sendiri, dan aku menjadi korban pelampiasan kesalahan kalian.